Bukti Baru Menguat, Dugaan COVID-19 Muncul dari China 

Bukti Baru Menguat, Dugaan COVID-19 Muncul dari China 

Metroterkini.com - Satu bukti baru yang menguatkan China telah menutupi penyebaran kasus pertama COVID-19 kembali muncul. Kali ini bukti mengatakan bahwa pemesanan alat tes PCR (polymerase chain reaction) meningkat di China tujuh bulan sebelum kasus pertama dilaporkan.

Menurut studi terbaru, ada beberapa institusi yang diketahui memesan alat PCR tersebut dalam jumlah yang sangat besar pada bulan Mei 2019 lalu. Beberapa institusi tersebut yaitu:

Adanya laporan itu disebut dinilai sebagai bukti baru yang menunjukkan bahwa Partai Komunis China memang telah menutupi penyebaran awal COVID-19, yang membuat virus menyebar ke seluruh dunia.

Dikutip dari Daily Mail, laporan ini muncul berdasarkan penyelidikan dari Internet 2.0, sebuah organisasi penelitian Amerika Serikat-Australia. Mereka menemukan bukti baru bahwa mereka melihat data pemesanan alat tes PCR di China beberapa bulan sebelum kasus COVID-19 pertama muncul.

Mereka menemukan pengeluaran untuk membeli alat dan mesin tes PCR di provinsi Hubei ini meningkat pesat. Dari 36,7 juta yuan atau sekitar 80,9 miliar rupiah pada 2018, menjadi 67,4 juta yuan atau sekitar 148 miliar rupiah pada 2019.

Data menunjukkan bahwa pembelian PCR ini mulai meningkat pada bulan Mei dengan jumlah yang lebih besar dari perkiraan yang dihabiskan untuk alat uji. Dan mencapai puncaknya pada Juli dengan jumlah kontak yang jauh lebih besar, yang diterbitkan pada bulan itu dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

"Kami telah sampai pada kesimpulan bahwa berdasarkan data yang dianalisis itu menunjukkan bahwa virus itu sangat mungkin menyebar dengan ganas di Wuhan, China, pada awal musim panas 2019 dan pada awal musim gugur," tulis laporan tersebut.

Namun, peneliti lain meragukan temuan tersebut. Mereka menunjukkan bahwa pembelian tes PCR oleh rumah sakit di Wuhan (tempat yang paling mungkin membutuhkan kit jika terjadi wabah di masyarakat) sebenarnya turun pada 2019 jika dibandingkan dengan 2018.

"Kami tidak dapat mengatakan dengan pasti mengapa jumlah kit yang dibeli lebih banyak. Informasi yang kuat bahwa ada kesadaran akan wabah virus di sekitar Wuhan beberapa bulan hingga setengah tahun sebelum Desember itu," kata profesor di Tama Graduate School of Business, Tokyo, Akira Igata.

"Laporan ini bisa memberikan kesempatan bagi negara-negara untuk menekan China agar mendapat informasi lagi," lanjutnya. [**]

Berita Lainnya

Index